Kehidupan
bermasyarakat dibatasi oleh segenapa aturan-aturan yang berkembang di dalam
masyarakat. Dikenal kemudian aturan-aturan dimaksud dalam bermasyarakat dengan
sebutan etika, moral dan hukum. Etika lahir dari hasil pemikiran manusia atas
tata nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat yang dipandang sebagai sebuah
kebenaran bersama. Adapun moral adalah tindakan manusia yang dipandang baik dan
sesuai dengan pemikiran yang ada dalam masyarakat. Keduanya sepintas tidak
memiliki perbedaan signifikan dan sering kali digunakan secara tumpang tindih,
karenanya penting untuk didudukkan secara tegas dan tepat.
Secara
etimologis konsepsi etika memang dekat dengan makna moral. Akan tetapi, secara
terminologis, etika memiliki makna yang berbeda dengan moral. Etika memiliki
penjelasan sekurangnya ia sebagai sistem nilai, kode etik, dan filsafat moral
(K. Bertens, 1993:35). Sebagai sistem nilai, ia berarti niali-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Dikenal misalnya sebutan Etika Islam, etika Protestan, dan
lainnya. Singkatnya etika merupakan ilmu ata refleksi sistematik mengenai
pendapat -pendapat, norma-norma dan moral. Pengertian etika dalam arti yang
sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang moral (Franz M suseno, 1987:6)
Dengan
demikian, persamaan etika dan moral adalah sebuah konsep tentang peraturan yang
berkembang dan diterima di kalangan masyarakat, atau keduanya sama-sama
membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia, termasuk
mana yang wajar dan tidak. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar
berjudi itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar
nilai-nilai norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan
bahwa berzina bermoral buruk , artinya orang tersebut berpegang pada
nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
Perbedaannya
adalah jika etika lebih bersifat teoritas dan konseptual sementara moral lebih
banyak bersifat praktis. Etika lebih menitikberatkan pada pembahasan tingkah
laku manusia secara universal atau yang berlaku umum, dan norma lebih dekat
dengan peraturan lokal atau komunitas tertentu. Moral lebih menekankan pada
ukuran baik dan buruk, wajar tidak wajar, lebih jauh etika menjelaskan dan
mengkaji ukuran yang diberikan norma. Pertimbangan yang menjadi ukuran sebuah
norma adalah kebiasaan yangt berlaku, sementara ukuran etika lebih bersifat
tolak ukur akal pikiran atau rasio.
Objek
etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia berdasarkan alat pikiran
dan filsafat. Karena itu ia tidak bersifat mutalk , absolut, dan tidak pula
universal. Keberadaan etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan penetap
terhadap suatu perbuatan tingkah laku manusia apakah ia akan diniali buruk,
mulia, terhormat, terhina dan sebagainya. Artinya penilaian etis atas tingkah
laku manusia bersiafat relatif bergantung era dan zamannya. Dengan demikian,
etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk atau aturan
atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Bandingkan
dengan aturan yang berlaku pada norma, ia adalah hasil kebiasaan yang turun
temurun disampaikan dari generasi ke generasi manusia. Penting dipahami bersama
bahwasanya pemikiran manusia terus berkembang sesuai zamannya sehingga
penerapan moral sangat relatif dan situasional pula. Dapat dicontohkan misalnya
penggunaan kerudung atau jilbab diera 1980-an, 1990-an, dan di era 2000-an.
Terlihat pada era sebelum 80-an, penggunaan kerudung atau jilbab masih sebatas
penghias kepala, karena umumnya tidak tertutup secara menyeluruh atau hanya
dikalungkan, bahkan tetap menggunakan sanggul kepala (konde). Di era 90-an,
penggunaan kerudung atau jilbab telah berubah menjadi penutup kepala secara
sempurna. Bandingkan setelah era 2000-an, penggunaan kerudung atau jilbab telah
berubah secara ekstrem, atau lebih bervariatif. Penggunaan kerudung atau jilbab
mengalami perubahan signifikan dengan misalnya berubah menjadi bergo, cadar,
hijab, burqo atau model jilbab modern seperti pashmina, scraft, ciput dan model
kerudung lainnya yang semakin modis mengikuti perkembangan zaman.
Dapat
disimpulkan bahwasanya konsepsi tentang baik dan buruk atau wajar tidak wajar
sebagaimana atas antara etika dan moral tidak jauh berbeda. Artinya etika
merupakan ilmu atau nilai nilai yang harus diterapkan untuk berperilaku secara
baik dalam bermasyarakat, sedangkan moral merupakan petunjuk perbuatan yang
baik dan buruk.
Akan
halnya norma, tata aturan hukum umumnya lahir dari norma yang terlembagakan
atau dibakukan oleh institusi legal seperti negara. Karena itu, antara keduanya
terdapat hubungan yang cukup erat, saling memengaruhi dan saling membutuhkan.
Kualitas sebuah produk hukum ditentukan oleh norma moral yang berkembang
ditengah masyarakatnya. Karena itu berlakunya sebuah ketetapan hukum sebenarnya
menunjukkan kualitas norma moral yang berkembang pada masyarakatnya. Keberadaan
norma moral mencapai tahap kesempurnaannya setelah ia menjadi sebuah ketetapan
hukum yang mengikat bagi semua komunitas masyarakat, bangsa, dan warga negara.
Dengan adanya ketetapan hukum berdampak pada kualitas norma moral masyarakat
atau sebuah bangsa semakit menguat.
Perbedaan
tegas antara norma dan hukum dapat dilihat dari sifat hukum yang tertulis dan
disusun dalam bentuk kitab undang-undang, sementara norma umumnya berbentuk
kebiasaan yang tidak tertulis tapi kuat dipatuhi atau diyakini. Karena
keberadaan hukum yang bersifat tertulis tersebut, ia lebih mengikat dan memiliki
kepastian tata aturan dibanding norma. Bandingkan dengan norma yang tidak
tertulis sehingga seringkali bersifat subjektif dan meminta penjelasan
berkepanjangan etis tidaknya sebuah ketentuan norma yang berlaku. Karena itu,
norma lebih banyak bersifat perasaan atau permasalahan batin apakah seseorang
melanggar atau tidak mematuhi tata nilai berlaku dimasyarakat. Dengan itu
sanksi yang diberikan kepada mereka yang melanggar atau tidak taat terhadap
norma kadang dipaksakan, demikian juga patuh atau tidaknya terhadap sanksi
bergantung dari kesadaran atau perasaan batin yang bersangkutan , atau kehendak
masyarakat setempat. Tidak demikian jika pada ketetapan hukum, yang sanksinya
berlaku tetap, mengikat dan menjadi kehendak umum atau masyarakat secara lebih
luas.
Telaah tentang norma, etika dan hukum
penting diperbandingkan dengan konsepsi akhlak dalam islam. Akhlak seseorang
tidak saja menunjukan kualitas keimanannya, tetapi sekaligus salah satu cara
untuk mendapatkan kebahagiaan, karena memang kebahagiaan merupakan tujuan utama
akhlak (Mulyadi Kartanegara,2005:67). Secara terminologi, Al Ghazali
mendefiniskan akhlak dengan "Ungkapan tentang kondisi yang menetap di
dalam jiwa, dimana semua perilaku bersumber darinya dengan penuh kemudahan
tanpa memerlukan proses berfikir dan merenung" (Al-Ghazali,
Ihya'Ulumiddin, Juz III:57)
Selanjutnya Imam
Al-Ghazali membagi akhlak menjadi dua , yaitu akhlak yang baik (al khuluq al
hasan) dan akhlak yang buruk (al khuluq as sayyi'ah). Berakhlak baik adalah
ketika terjadi keseimbangan antara kekuatan ilmu , kekuatan emosi, kekuatan
syahwat dan berlaku adil. Artinya seseorang yang berakhlak baik adalah mereka
yang mampu mengendalikan emosi diatas batasan yang dituntut oleh al-hikmah
(kebijaksanaan), tunduk di bawah kendali akal dan syariat, serta menekan
syahwat dan emosi dibawah kendali akan dan syariat.
Merujuk pada konsepsi
akhlak diatas, sesungguhnya ada kedekatan antara etika dan akhlak pada aspek
penggunaan akal dan fikiran untuk memecahkan masalah etika dan moral agama yang
juga mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Bedanya, selain mendasarkan
pada diri dan wahyu Tuhan dan ajaran agama (Al-Quran dan Al-Hadits).
Sumber:
TIM DOSEN MK PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM, 2016, Khazanah Peradaban
Islam Nusantara, Serang: CV.Kencana
Terimakasih sudah membaca😊
Semoga bermanfaat😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar