A. Konsep Dasar
Piaget merupakan salah seorang tokoh
yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Teori Jean Piaget
menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami dari lahir hingga dewasa.
Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Jean Piaget,
diantaranya:
1.
Struktur, yaitu ada
hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan
berpikir logis anak. Struktur merupakan perkembangan dari operasi-operasi,
operasi merupakan perkembangan dari tindakan-tindakan (actions).
Operasi-operasi memiliki empat ciri, yaitu merupakan tindakan yang
terinternalisasi, baik tindakan mental maupun tindakan fisik tanpa ada garis
pemisah diantara keduanya. Ciri kedua, bersifat revesibel (dapat dibalik),
misalnya menambah dan mengurangi merupakan operasi yang sama yang dilakukan
dengan arah yang berlawanan. Selanjutnya, selalu tetap, walaupun selalu terjadi
transformasi atau perubahan. Ciri terakhir adalah tidak ada operasi yang
berdiri sendiri, suatu operasi selalu berhubungan dengan struktur atau
sekumpulan operasi, misalnya operasi pengurangan berhubungan dengan operasi
klasifikasi, pengurutan, dan konservasi bilangan yang mana operasi-operasi itu
saling membutuhkan. Jadi, struktur merupakan organisasi mental tingkat tinggi,
satu tingkat lebih tinggi dari operasi-operasi. Struktur intelektual terbentuk
pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur yang
terbentuk lebih memudahkan individu untuk menghadapi tuntutan yang makin
meningkat dari lingkungannya yang berarti telah terjadi suatu perubahan dalam
perkembangan intelektual anak.
2.
Isi, yaitu pola
perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap
berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3.
Fungsi, yaitu cara
yang digunakan individu untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget
perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi
dan adaptasi. Organisasi memberikan pada individu kemampuan untuk mensistematikkan
atau mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologis
menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-steruktur.
Adaptasi sebagai fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual. Semua
organisme lahir dengan kecenderungan beradaptasi dengan lingkungannya, adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang ada
untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Dalam proses
akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam
mengadakan respons terhadap tantangan lingkungannya. Bagi Piaget, adaptasi
merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Andaikata pada proses
asimilasi, seseorang tidak dapat mengadakan penyesuaian pada lingkungannya,
terjadilah ketidakseimbangan. Akibat ketidakseimbangan ini, maka terjadilah
akomodasi dan stuktur yang ada mengalami perubahan. Perkembangan intelektual
merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan
seimbang (disequilibirium-equilibirium). Tetapi, bila terjadi kembali
keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih
tinggi dari sebelumnya.
Teori perkembangan kognitif memandang
bahwa intelegensi individu tumbuh dan berkembang melalui interaksi dengan
lingkungannya. Interaksi dengan lingkungan yang dilakukan oleh individu secara
terus menerus akan membentuk pengetahuan.
B. Tahapan Perkembangan Kognitif
Salah satu sumbangan pemikirannya yang
banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu
yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget interaksi
dengan lingkungan akan semakin mengembangkan fungsi intelek dilihat dari perkembangan
usia melalui tahap-tahap berikut:
1.
sensory motor
Tingkat sensori-motor menempati dua
tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode ini anak mengenal lingkungan
dengan kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan,
dan menggerak-gerakkannya. Anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya
(sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Pada tahapan sensori motor, anak
tidak memiliki konsepsi “object permanence” bila suatu benda
disembunyikan ia gagal untuk menemukannya, seiring dengan bertambahnya
pengalaman, mendekati akhir dari tahapan ini anak mulai menyadari bahwa benda
yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya setelah ia melihat
benda tersebut disembunyikan.
2.
pre operational
Tingkat ini ialah antara umur 2 hingga 7
tahun. Anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas, ia telah mampu
menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar,
dan menggolong-golongkan. Periode ini disebut pra-operasioanal, karena pada
umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, seperti
menjumlahkan dan mengurangi. Tingkat pra-operasional terdiri dari dua
sub-tingkat. Sub-tingkat pertama antara 2-4 tahun yang disebut tingkat
pra-logis, sub-tingkat kedua ialah antara 4 hingga 7 tahun yang disebut tingkat
berfikir intuitif.
3.
concrete operational
Periode operasional konkret adalah
antara umur 7-11 tahun. Anak dapat mengembangkan pikiran logis, dapat mengikuti
penalaran logis walaupun kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and
error”. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional, ini berarti anak
memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah
konkret.
4.
formal operational
Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi
baru, dimana anak dapat berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini
anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk
operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode
ini adalah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau
peristiwa konkret; ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.
C. Implikasi
dalam Proses Belajar Mengajar
Implikasi teori perkembangan kognitif dalam proses
belajar mengajar, diantaranya:
1.
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda
dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.
Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.
Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.
Berikan peluang agar anak belajar
sesuai tahap perkembangannya.
5.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara
aktif, mencari dan menemukan hal dari berbagai lingkungan.
Piaget dan para
konstruktivis pada umumnya berpendapat bahwa dalam mengajar, seharusnya
diperhatikan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan demikian
mengajar dianggap bukan sebagai proses di mana gagasan-gagasan guru dipindahkan
kepada siswa, melainkan sebagai proses di untuk mengubah gagasan si anak yang
sudah ada yang mungkin salah.
Pada proses
pembelajaran terdapat tiga prinsip utama yang diungkapkan oleh Piaget supaya
peserta didik dapat membentuk pengetahuan secara optimal dan berkembang secara
optimal sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif peserta didik.
1. Belajar aktif;
proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari
dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya
perlu dikembangkan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar
sendiri, misalnya melakukan percobaan, manipulasi symbol-simbol, mengajukan
pertanyaan dan mencari jawaban tersendiri, membandingkan pertemuan sendiri
dangan pertemuan temannya.
2. Belajar lewat
interaksi sosial; dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan
terjadinya interaksi diantara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar baik
diantara sesama, anak-anak maupun orang dewasa akan membantu perkembangan
kognitif mereka. Tanpa interaksi sosial perkembangan kognitif anak akan tetap
bersifat “egosentris”. Sebaliknya lewat interaksi sosial, perkembangan kognitif
anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan
diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alterrnatif tindakan.
3. Belajar lewat
pengalaman sendiri; perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila
didasarkan pada pengalaman nyata dari bahasa yang digunakan berkomunikasi.
Bahasa memang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif, namun bila
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tanpa melalui pengalaman sendiri,
maka perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme. Pembelajaran
di sekolah hendaknya dimulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman nyata
daripada dengan pemberitehuan-pemberitahuan, atau pertanyaan-pertanyaan yang
jawabannya harus persis sama dengan yang diinginkan oleh guru. Disamping akan
membelenggu anak, dan tidak adanya interaksi sosial, belajar verbal tidak
menunjang perkembangan kognitif anak yang lebih bermakna. Oleh kerena itu
Piaget sependapat dengan prinsip pendidikan dari konkrit ke abstrak dari khusus
ke umum.
D. Masalah yang
Mungkin Dihadapi Peserta Didik
Teori perkembangan kognitif memandang bahwa dalam
belajar, individu selalu berkembang yang dirumuskan kedalam beberapa tahapan
perkembangan kognitif, sehingga apabila ada masalah pada salah satu tahapan
perkembangan maka akan mempengaruhi perkembangan pada tahap selanjutnya.
Menurut perspektif teori perkembangan kognitif, masalah yang mungkin muncul
dalam belajar berhubungan dengan kurang optimalnya fungsi organisasi dan
adaptasi juga berhubungan dengan tingkat kematangan pada setiap tahap
perkembangan kognitif.
Masalah berhubungan dengan tingkat perkembangan kognitif,
hambatan dalam fungsi organisasi dan adaptasi. Menurut Piaget perkembangan
kognitif itu dibagi menjadi empat tahapan, yaitu; (1) sensori-motor, (2)
pra-operasional, (3) operasional-konkret, dan (4) operasi formal. Di mana satu
tahapan yang lebih rendah menjadi dasar untuk perkembangan pada tahapan
selanjutnya. Permasalahan dapat muncul ketika satu tahapan belum tuntas
diselesaikan oleh siswa.
Semoga Bermanfaat ❤
Tidak ada komentar:
Posting Komentar