1) Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting
dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa
apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan,
diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Motivasi adalah
tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Menurut H.L. Petri, “motivation is the concept we use when we describe the force
action on or within an organism to initiate and direct behavior”. Motivasi data
merupakan tujuan pembelajaran. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu
faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat
menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan
keterampilan.
Motivasi erat kaitannya dengan
minat.siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu
cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk
mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang di anggap penting dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut mengubah tingkah
laku dan motivasinya.Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari
dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain.
Motivasi dibedakan menjadi dua:
a) Motif
intrinsik.
Motif intrinsik adalah tenaga
pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang
siswa dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin
memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
b)
Motif
ekstrinsik.
Motif ekstrinsik adalah tenaga
pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyerta.
Contohnya siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan dikarenakan ingin memiliki
pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau
mendapatkan ijazah. Keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah adalah
penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif ekstrinsik dapat berubah menjadi
motif intrinsik yang disebut “transformasi motif”. Sebagai contoh, seseorang
belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena menuruti
keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi seorang guru.
Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu untuk menyenangkan hati orang
tuanya,tetapi setelah belajar beberapa lama di LPTK ia menyenangi
pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru.
Jadi motif pada siswa itu semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
2. Keaktifan
Belajar
tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada
orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya
sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus
dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang
sendiri.Guru sekedar pembimbing dan pengarah.Menurut teori kognitif,
belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi,
tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori
ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu.
Dalam proses balajar mengajar anak mampu mengidantifikasi, merumuskan masalah,
mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Dalam setiap
proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa
kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya.
Sedangkan kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang
dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep
dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain.
3. Keterlibatan langsung/berpengalaman
Menurut Edgar Dale, dalam
penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya,
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari pengalaman
langsung. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara
langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya. Belajar harus dilakukan siswa secara
aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah (problem
solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa
di dalam belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata, tetapi juga
keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian
perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam
pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan
dalam pembentukan keterampilan.
4. Pengulangan
Menurut teori psikologi daya,
belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas
mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan
sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan
berkembang. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”,
Thorndike mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus
dan respons, dan pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar
peluang timbulnya respons benar.
Pada teori psikologi Conditioning,
respons akan timbul bukan karena oleh stimulus saja tetapi oleh stimulus yang
di kondisikan, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas, mobil berhenti pada saat
lampu merah.Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan
dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Walaupun kita tidak dapat
menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori
tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar,
namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran.
5. Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt
Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan
atau lapangan psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi suatu tujuan yang
ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar,
maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari
bahan belajar tersebut.Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat
siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak
mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk
mempelajarinya.
Penggunaan metode eksperimen,
inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara
lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan
menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar
dari hukum yang tidak menyenangkan.
6. Balikan dan penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan
dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant
Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi
kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat
adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effectnya
Thorndike.Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam
ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi.
Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif.
Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa
takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih
giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning. Format
sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan sebagainya
merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan
penguatan.
7. Perbedaan individu
Siswa merupakan individual yang
unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki
perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara
dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah
kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan
pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan
rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan
pengetahuannya. Pembelajaran klasikal yang
mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara,
misalnya:
- Penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
- Penggunaan metode instruksional
- Memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang
- Dalam memberikan tugas, hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa
Semoga bermanfaat 😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar