a. Terbentuknya
Kemandirian
Kemandirian bukanlah
kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar.
Basri (2000:53) menyatakan bahwa kemandirian merupakan hasil dari pendidikan.
Kartawijaya dan Kuswanto (2000:1) mengemukakan bahwa kemandirian anak harus
dibina sejak anak masih bayi dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga
kemandirian yang dimiliki dapat berkembang secara utuh. Secara singkat
dikatakan bahwa kemandirian merupakan hasil dari proses belajar. Sebagai hasil
belajar, kemandirian pada diri seseorang tidak terlepas dari faktor bawaan dan
faktor lingkungan.
Tentang hal tersebut Ali
dan Asrori (2004:118) menyatakan perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh
stimulus lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir
sebagai keturunan dari orang tuanya. Kemandirian terbentuk oleh interaksi
antara faktor bawaan dan lingkungan. Kemandirian dapat berkembang dengan baik
jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi bawaan melalui latihan
terus menerus dan dilakukan sejak dini. Proses belajar tersebut diawali dari
lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai
lingkungan di luar rumah. Jika lingkungan mendukung tumbuhnya kemandirian pada
masa kanak-kanak dan mengembangkannya pada masa remaja akan terbentuk pribadi
mandiri yang utuh pada masa dewasa. Dan bila sebaliknya remaja tumbuh menjadi
pribadi yang selalu menggantungkan diri pada orang lain, selalu ragu-ragu dalam
mengambil keputusan dan bahkan tidak berani memikul tanggung jawabnya sendiri.
Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring
pertambahan usia dan pertambahan kemampuan.
Lie & Prasasti
(2004:8-103) memberikan gambaran perkembangan kemandirian dalam beberapa
tahapan usia. Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan pada usia 0 –
2 tahun; usia 2 – 6 tahun; usia 6 – 12 tahun; usia 12 – 15 tahun dan pada usia
15 – 18 tahun.
Dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa sebenarnya sejak usia dini anak telah memiliki dorongan untuk
mandiri. Mereka lebih senang bila bisa mengurus diri
sendiri tanpa dilayani. Namun seringkali pengasuh dan orangtua sering
menghambat keinginan dan dorongan mereka untuk mandiri dengan pengungkapan
kasih sayang yang tidak tepat. Misalnya terlalu membatasi atau pun mengambil
alih tanggung jawab dengan melakukan hal-hal yang sebenarnya anak-anak dapat
melakukannya sendiri. Kemandirian merupakan hasil
dari interaksi individu dengan lingkungan selama bertahun-tahun.
Dalam kehidupan seseorang
terjadi interaksi dengan lingkungan. Melalui proses interaksi dengan
lingkungannya individu memperoleh pengalaman yang dihayati melalui proses
belajar. Pengalaman-pengalaman tersebut membentuk pola-pola perilaku
tertentu. Kebiasaan-kebiasaan perilaku mandiri
membentuk pola mandiri yang menetap pada diri seseorang.
b. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Terbentuknya Kemandirian
Sebagai hasil dari proses
belajar pencapaian kemandirian dipengaruhi oleh banyak faktor, secara umum
dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi segala sesuatu yang dibawa anak sejak lahir yang merupakan
bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya meliputi bakat,
potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Faktor eksternal adalah
semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering disebut
dengan faktor lingkungan (Basri, 2000:53-54).
Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian remaja dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Faktor
Internal
a. Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis yang
berpengaruh antara lain keadaan tubuh, kesehatan jasmani dan jenis kelamin.
Pada umumnya anak yang sakit lebih bersikap tergantung daripada orang yang
tidak sakit (Walgito, 2000:112). Selain itu sering dan lamanya anak sakit pada
masa bayi menjadikan orang tua sangat memperhatikannya, anak yang menderita
sakit atau lemah otak mengundang kasihan yang berlebihan dibanding yang lain
sehingga dia mendapatkan pemeliharaan yang lebih (Prasetyo dan Sutoyo,
1989:63).
Jenis kelamin juga
berpengaruh terhadap kemandirian remaja. Simandjuntak dan Pasaribu (1984:112)
mengemukakan bahwa pada anak perempuan terdapat dorongan untuk melepaskan diri
dari ketergantungan pada orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai gadis
mereka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengananak lelaki yang agresif
dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan
daripada anak laki-laki.
b. Kondisi psikologis
Walaupun kecerdasan atau
kemampuan berpikir seseorang dapat diubah atau dikembangkan melalui lingkungan,
sebagian ahli berpendapat bahwa faktor bawaan juga berpengaruh terhadap
keberhasilan lingkungan dalam mengembangkan kecerdasan seseorang. Kecerdasan
atau kemampuan kognitif berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian
seseorang. Kemampuan bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang
lain hanya mungkin dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama
tentang tindakannya (Basri, 2000), demikian halnya dalam pemecahan masalah. Hal
tersebut menunjukkan kemampuan kognitif yang dimiliki berpengaruh terhadap
pencapaian kemandirian remaja.
2. Pola Asuh
Orang Tua dalam Keluarga
Lingkungan keluarga
berperan penting dalam penanaman nilai-nilai pada diri seorang remaja, termasuk
nilai kemandirian. Penanaman nilai kemandirian tersebut tidak lepas dari peran
orang tua dan pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak. Bila seorang
anak sejak kecil sudah dilatih untuk mandiri maka ketika ia harus keluar dari
asuhan orang tuanya untuk hidup mandiri ia tidak akan merasa kesulitan
(Prawironoto, 1994:59-74). Pengaruh keluarga terhadap kemandirian remaja
terkait dengan peranan orang tua. Dalam hal ini ayah dan ibu mempunyai peran
nyata seperti yang dinyatakan Partowisasto (1983:96-97) berikut : Bila karena
rasa kasih sayang dan rasa kuatirnya seorang ibu tidak berani melepaskan
anaknya untuk berdiri sendiri menjadikan anak tersebut harus selalu ditolong,
terlalu terikat pada ibu karena dimanjakan, tidak dapat menyesuaikan diri dan
perkembangan wataknya mengarah pada keragu-raguan. Sikap ayah yang keras
menjadikan anak kehilangan rasa percaya diri sementara pemanjaan dari ayah
menjadikan anak kurang berani menghadapi masyarakat luas. Pengasuhan yang
diberikan orang tua juga turut membentuk kemandirian seseorang. Toleransi yang
berlebihan, pemeliharaan berlebihan dan orang tua yang terlalu keras kepada
anak menghambat pencapaian kemandiriannya (Prasetyo & Sutoyo, 1989:61-67).
Sementara Alwisol (2004:105-106) menyatakan bahwa pemanjaan yang berlebihan dan
pengabaian orang tua terhadap anak mengakibatkan terhambatnya kemandirian anak.
5. Tips
mendidik anak untuk mandiri
Salah satu tugas orang tua adalah
mendidik anak agar menjadi mandiri. Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak
anak masih kecil: memakai pakaian sendiri, memasang tali sepatu, memakai kaos
kaki dan berbagai pekerjaan kecil lainnya. Kedengarannya mudah, namun dalam
prakteknya pembiasaan ini banyak hambatannya. Tidak jarang orang tua merasa tidak
tega atau justru tidak sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan sepatunya
selama beberapa menit, namun belum juga memperlihatkan keberhasilan. Atau
langsung memberi segudang nasehat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus
dilakukan, ketika anak selesai menceritakan pertengkarannya dengan teman
sebangku.
Memang masalah yang dihadapi anak
sehari-hari dapat dengan mudah diatasi dengan adanya campur tangan orang tua.
Namun cara ini tentunya tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan
terbiasa “lari” kepada orang tua apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan
lain ia terbiasa tergantung pada orang lain, untuk hal-hal yang kecil
sekalipun. Lalu upaya apa yang dapat dilakukan orang tua untuk membiasakan anak
agar tidak cenderung menggantungkan diri pada seseorang, serta mampu mengambil
keputusan?
Di bawah ini ada beberapa hal yang
dapat Anda terapkan untuk melatih anak menjadi mandiri antara lain :
1. Beri
kesempatan memilih.
Anak
yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh
orang lain, akan malas untuk melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia
terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk membuat
keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan menu di hari itu,
ibu memberi beberapa alternatif masakan yang dapat dipilih anak untuk makan
siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian yang akan dipakai untuk pergi ke
pesta ulang tahun temannya, misalnya. Kebiasaan untuk membuat keputusan -
keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak
menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupannya.
2. Hargailah
usahanya.
Hargailah
sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan
yang ia hadapi. Orang tua biasanya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan
waktu lama untuk membuka sendiri kaleng permennya. Terutama bila saat itu ibu
sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya otang tua memberi
kesempatan padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu
membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka kaleng akan lebih
mudah kalau menggunakan ujung sendok, misalnya. Kesempatan yang anda berikan
ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan
mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.
3. Hindari
banyak bertanya :
Pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan orang tua , yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan
perhatian pada si anak, dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak mau
tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya, anak yang baru kembali dari
sekolah, akan kesal bila diserang dengan pertanyaan - pertanyaan seperti,
“Belajar apa saja di sekolah?”, dan “Kenapa seragamnya kotor? Pasti kamu berkelahi
lagi di sekolah!” dan seterusnya. Sebaliknya, anak akan senang dan merasa
diterima apabila disambut dengan kalimat pendek : “Halo anak ibu sudah pulang
sekolah!” Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin ia ceritakan, dengan
sendirinya anak akan menceritakan pada orang tua, tanpa harus di dorong-dorong.
SUMBER: LEMBAGA PERAWATAN PSIKOLOGI
Semoga bermanfaaat 😐
Tidak ada komentar:
Posting Komentar